Kamis, 17 Februari 2011

Pele, "Dari Tukang Semir, Jadi Pemain Bola Dunia"



Ada banyak ekspresi saat para pemain bola telah mencetak gol. Ada yang bergaya menggendong bayi, ada yang salto, ada pula yang berjoged. Namun satu hal yang diingat oleh para penikmat sepak bola adalah gaya menyemir sepatu. Ini merupakan gaya khas Pele. Gaya ini bukanlah tanpa makna, sebelum menjadi pemain sepak bola Pele ternyata pernah bekerja sebagai tukang semir sepatu. Maklum saja ia dibesarkan di keluarga yang secara ekonomi memiliki keterbatasan. Sekolahnya saja hanya sampai kelas 4 SD karena keterbatasan biaya. Namun dengan segala keterbatasan itu ia sangat senang sekali bermain bola. Ia sering melihat ayahnya bermain bola dan ia pun diajari ayahnya bermain bola.

Di sedang tidak bermain bola ia menyemir sepatu untuk mencari uang. Walaupun seorang penyemir sepatu namun ia memiliki bakat yang luar biasa dalam hal bermain sepak bola. Bakatnya pertama kali ditemnukan saat usianya 11 tahun. Bakatnya ditemukan oleh mantan pemain Brasil Waldemar de Brito. Lalu ia membawa anak itu ke Sao Paolo. Ia meyakinkan tim Santos bahwa Pele akan menjadi pemain besar nantinya. Dan di usianya yang ke 15 Pele mulai bermain di tim Santos. Ia menunjukkan permainan terbaiknya setiap ia bermain sampai akhirnya ia terpanggil untuk memperkuat Brasil di Piala dunia 1958 di Swedia.

Di debut pertamanya di piala dunia itu saat usianya baru 17 tahun ternyata ia berhasil mencetak 6 gol dan membawa timnas Brasil merebut juara piala dunia 1958. Karir Pele pun semakin berkembang. Bisa dibilang Ia merupakan pemain yang membentuk permainan cantik timnas Brasil. Bersama timnas Brasil ia telah mengikuti 4 kali piala dunia yaitu di tahun 1958, 1962, 1966, dan 1970. Dari empat piala dunia yang diikutinya 3 kali ia berhasil membawa negerinya menjuarai piala dunia yaitu di tahun 1958, 1962, dan 1970. Di piala dunia 1966 Brasil gagal lolos dan harus tersingkir di babak awal setelah Pele mengalami cidera di babak penyisihan akibat tekel – telel keras yang diarahkan padanya.

Pele telah menjadi pemain terbaik dunia saat itu. Setelah ia pensiun dari dunia sepak bola ia pun menjadi duta PBB dan UNICEF. Pele telah membuktikan bahwa kemiskinan tidak menghalangi seseorang untuk meraih cita – cita.

Mungkin begitu pula yang dirasakan oleh pemain timnas Indonesia Okto Maniani. Kecepatannya menyisir sisi sayap penyerangan membawa timnas Indonesia tampil luar biasa saat ajang piala AFF 2010 yang lalu.

Sama halnya seperti Pele, Okto pun dibesarkan di keluarga yang miskin. Ia tinggal di sebuah kampung dan rumahnya begitu sederhana. Orang tuanya bekerja sebagai nelayan. Dahulu ia tak menyangka bisa menjadi pemain timnas Indonesia karena ia sendiri bukan berasal dari keluarga sepakbola.

Tapi bakatnya mulai terlihat ketika ia memperkuat tim PON Papua. Dari sanalah ia dipanggil untuk memperkuat timnas Junior yang kala itu dilatih oleh Aji Santoso. Daya gedornya menusuk dari lini sayap dengan kecepatan dan kelincahannnya membuat tim PSMS yang dilatih oleh Erick Williams mempercayainya sebagai pemain inti meski usianya masih belia.

Ketika di piala AFF 2010 lah ia membuktikan kapasitasnya di tim nasional Indonesia senior dengan memberikan penampilan terbaiknya. Saat ini Okto bermain di Sriwijaya FC dan beberapa waktu yang lalu sempat disebut – sebut termasuk dalam 10 pemain asia yang potensial untuk bermain di tim eropa.

Pele dan Okto telah memberikan inspirasi bagi kita semua bahwa kemiskinan bukanlah suatu penghalang untuk meraih cita – cita. Tapi sebaliknya justru bisa dijadikan pelecut semangat untuk terus maju menggapai cita – cita.

Silakan komentar dengan baik dan bijak. Sesuai dengan artikel yang dibaca :)
EmoticonEmoticon