Mendengar nama Cipaganti saat ini tentu pikiran kita mengarah pada satu perusahaan travel yang cukup berkembang. Namun siapakah orang di balik suksesnya bisnis ini?
Andianto merupakan pria asli Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Ia adalah anak bungsu dari empat bersaudara, pasangan Rahmat Setiabudi dan Sri Mamuri Setiabudi. Andi lahir dan dibesarkan di kota Banjarmasin. Kedua orang tuanya memiliki bisnis kecil-kecilan untuk menghidupi keempat anaknya. Kedua orang tuanya mendidik Andi dan ketiga kakaknya dengan memberikan kebebasan. Selain orang tua Andi, ternyata di Banjarmasin juga terdapat banyak bisnis makanan ringan yang saling bersaing untuk mendapatkan keuntungan. Akibatnya, keuntungan yang diraih kedua orang tuanya tersebut mengalami penurunan dari waktu ke waktu. Alhasil, mereka pun mempertimbangkan untuk pindah ke kota yang berpotensi dalam membuka bisnis makanan ringan.
Kota Bandung kemudian dipilih sebagai tempat tumpuan terakhir bagi keluarga Andi dalam mencari penghidupan. Ketika Andi duduk di bangku kelas 6 SD, ia beserta dengan anggota keluarga lainnya kemudian pindah ke kota Kembang dan mulai merangkai kembali kehidupan setelah mengalami kejatuhan di Banjarmasin. Dengan bermodalkan kemampuan memproduksi makanan ringan, kedua orang tua Andi lantas memulai usahanya. Di Bandung, Andi kembali melanjutkan pendidikan dasarnya di SD Agustinus. Setelah menamatkan pendidikan dasarnya, Andi kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Alosius dan SMA Alosius. Ia lulus dari SMA pada tahun 1981.
Andi tak selalu menghabiskan masa remajanya dengan kebahagiaan. Sebaliknya, ia justru harus membantu orang tua untuk menjual berbagai makanan ringan yang dibuat sendiri oleh kedua orang tuanya. “Setiap berangkat sekolah, saya selalu membawa banyak makanan ringan untuk dijual,” tutur Andi sembari mengenang masa remajanya tersebut. Terkadang, makanan yang dibawa untuk dijualnya menjadi basi dan tidak dapat dijual. Pada saat itulah ia bersama kedua orang tuanya mengalami kerugian. Kala itu, kondisi keuangan keluarga memang sedang tidak bagus. Akibatnya, Andi terkadang harus menanggalkan keinginannya untuk menikmati masa remaja hanya karena ketiadaan uang. Akan tetapi, hal tersebut tak membuat hati Andi menciut dan menunduk malu terhadap nasib yang mendera hidupnya. Ia justru semakin mengibarkan bendera semangatnya untuk membantu usaha kedua orang tua agar kehidupan terus berjalan seiring berputarnya jarum jam.
Dengan melihat aksi dari sang ayah ketika menggulirkan roda bisnis makanan ringannya, lambat laun Andi mengambil pelajaran berharga tentang strategi dalam memegang suatu usaha meskipun kala itu usahanya masih terbilang cukup kecil. Harapan keluarga Andi saat kali pertama menjejakkan kaki di kota yang berjuluk Paris Van Java itu ternyata tidak langsung terwujud setelah membuka usaha. Pasalnya, cukup banyak para pesaing yang kemudian menjual berbagai makanan ringan yang diproduksi dengan menggunakan teknologi canggih. “Waktu itu, kita susah bersaing dengan makanan ringan yang dibuat dengan peralatan canggih,” aku Andi. “Apalagi waktu Khong Guan masuk tuh,” lanjutnya singkat.
Akibatnya kehidupan Andi sekeluarga mengalami pasang surut. Keterbatasan dalam ekonomi membuat roda kehidupan Andi dan keluarga tertatih-tatih menatap masa depan. Kendati demikian, bisnis makanan ringan tersebut mampu berjalan demi untuk menghidupi keluarga dan mengalami perkembangan meskipun perlahan-lahan. Beberapa mobil tua akhirnya mampu dibeli dari sisa keuntungan kecil yang diperoleh dari usaha makanan ringan tersebut. “Mobil tua itu digunakan untuk mengirim makanan ke pasar-pasar,” aku Andi yang sempat mendapatkan penghargaan sebagai wirausahawan terbaik dari beberapa instansi ini. Saat memegang kendali bisnis makanan ringan yang diturunkan dari kedua orang tua, tak diduga Andi melihat sebuah peluang baru yang mampu memberikan keuntungan. Kala itu, berkat kerja kerasnya untuk menabung dari sisa keuntungan bisnis makanan ringan, Andi berhasil membeli beberapa unit mobil baru. Sedangkan mobil tua yang biasa dipakai, diputuskan untuk dijual kepada orang yang memang berminat untuk membelinya. “Jadi, dulu itu saya mulai jual beli mobil, walaupun mobilnya mobil boks yang sudah tua,” tutur Andi sembari tertawa lebar.
Berawal dari ketidaksengajaan itulah, Andi mulai berpikir untuk beralih usaha ke jual beli mobil. “Waktu itu lumayan juga keuntungannya, lebih besar daripada jualan makanan ringan,” aku Andi sambil tersenyum. Menekuni bisnis jual beli mobil sembari berjualan makanan ringan bermerek Cap Panda dan Dua Udang itu terjadi pada tahun 1984. Dua tahun kemudian, Andi pun memutuskan untuk beralih total ke bisnis jual beli mobil dan meninggalkan bisnis makanan ringan warisan kedua orang tuanya. Awalnya, Andi hanya menjual sekitar 5 atau 6 unit mobil bekas saja. “Itu pun mobil tua seperti Mitsubishi Colt, Jeep, dan teman-temannya,” aku Andi. Ia mengambil nama jalan tempat showroom sederhana miliknya sebagai nama usahanya tersebut, yakni Cipaganti Motor.
Saat memutuskan untuk beralih usaha ke jual beli mobil bekas, Andi memang mengaku bahwa telah diberikan petunjuk dari Tuhan meski tidak secara gamblang petunjuk tersebut dapat terlihat. Petunjuk itu diakuinya dalam bentuk peluang yang harus segera diambil agar mampu meraup untung dan kesuksesan. Baginya, peluang itulah yang merupakan jalan petunjuk Tuhan. Terbukti, ketika Andi kembali berada di titik nadir pada tahun 1991, dimana muncul sebuah kebijakan pemerintah yang menimbulkan suku bunga menjadi tinggi. Akibatnya, harga mobil bekas menjadi lebih cepat turun. Alhasil, showroom-nya hampir tak pernah dikunjungi oleh konsumen. Bahkan tingkat penjualan pun semakin turun drastis. Pada saat itulah, Andi merasakan ada bimbingan Tuhan dalam dirinya yang membuat ia melihat peluang untuk menyewakan puluhan unit mobil yang dimilikinya. Bahkan beberapa bangunan showroom-nya yang belum selesai didirikan, justru diubah menjadi bangunan hotel yang kala itu dianggapnya memiliki peluang bisnis yang cukup baik. Alhasil, Andi pun terjun di dunia bisnis perhotelan.
Kesuksesannya kemudian berlanjut pada tahun 1994, ketika Andi kemudian bekerjasama dengan salah satu rekannya untuk mendirikan perumahan. “Perumahan sederhana yang harganya terjangkau,” ujar Andi singkat. Berkat pertolongan Tuhan pula, perumahan tahap pertama di daerah Ciwastra, Bandung tersebut pun meraup untung dan sukses. Alhasil, ia kembali mendirikan perumahan serupa di sekitar daerah Buah Batu, Bandung. Sejak saat itu, Andi secara resmi mendirikan perusahaan bernama PT Cipaganti Citra Graha. Tak puas dengan bisnis rental mobilnya, Andi kembali melihat peluang dengan menyewakan alat-alat berat bagi perusahaan-perusahaan besar di Bandung.
Cobaan kembali mendera kehidupan Andi tatkala krisis moneter melanda tanah air. Bisnis Andi hampir bangkrut karena krisis ekonomi yang berkepanjangan. Puluhan unit mobil yang dimilikinya menyusut sekitar 30-40 %. Hal itu berakibat dengan kondisi perusahaan yang masih labil. Tak pelak, beberapa cabang miliknya harus ditutup dan puluhan karyawannya terpaksa dirumahkan. Kala itu, Andi merasakan cobaan yang cukup dahsyat. Ia merasa seakan-akan dunia ini mulai runtuh karena kehidupannya tergoncang hebat gara-gara krisis ekonomi yang berkepanjangan. Terlebih lagi pada waktu krisis itu timbul sentimen negatif terhadap kaum Tionghoa. Andi pun merasakan ketakutan yang sangat besar. Tak berbeda jauh dengan kondisi kerusuhan di Jakarta pada tahun 1998, di Bandung suasana juga cukup mencekam. “Sangat mencekam saat saya melewati jalan tol di Bandung, semua lampu dimatikan,” ujarnya sembari mengenang.
Kini bisnisnya berkembang pesat. Cipaganti saat ini memiliki empat divisi yakni transportasi, alat berat, perumahan, dan pertambangan batubara, serta 40 cabang yang tersebar di pulau Jawa, Sumatera, dan Kalimantan.
Itulah sebuah kisah kesuksesan sang pendiri Cipaganti Group yang terus berkembang hingga saat ini.
referensi :
http://ciputraentrepreneurship.com
Silakan komentar dengan baik dan bijak. Sesuai dengan artikel yang dibaca :)
EmoticonEmoticon