Dikisahkan ada seorang pemuda yang hidupnya selalu berkelana untuk mencari makna hidup yang sesungguhnya. Ia berjalan melewati gunung, lembah, sawah, dan melewati desa-desa. Ia adalah seorang pemuda yang sedang mencari jati diri.
Suatu saat pemuda itu melewati sebuah desa. Ia melihat suatu desa yang tanahnya subur. Hujan meyirami tanaman mereka hingga tanaman mereka tumbuh subur. Di desa itu airnya cukup melimpah ruah. Air itu mereka pakai untuk kehidupan sehari- ari seperti mandi, minum, dan menyirami tanaman mereka. Lalu si pemuda itu pun berpikir, "seandainya aku adalah air, mungkin aku bisa bermanfaat sekali bagi orang-orang desa."
Si pemuda itu kembali melanjutkan perjalanannya. Ia sampai di desa berikutnya. Ia begitu terkejut melihat keadaan desa itu. Desa itu sedang dilanda musibah banjir. Rumah-rumah tenggelam, harta hanyut, dan berbagai penyakit menghampiri warga desa setempat. Melihat kejadian itu si pemuda itu pun berpikir, "Aku tak ingin jadi air, air telah membuat warga desa ini menderita."
Si pemuda itu melanjutkan perjalannya lagi. Setelah melewati perjalanan yang cukup panjang melewati pegunungan dan lembah akhirnya ia sampai di desa berikutnya. Ia begitu kagum dengan desa yang ia singgahi kali ini. Sinar matahari memancar begitu cerahnya. Ada orang yang berjemur di hangatnya sinar matahari. Sinar matahari memancarkan keindahan desa tersebut. Bunga-bunga tumbuh bermekaran seiring pancaran sinar matahari. Si pemuda itu pun akhirnya berpikir, "Seandainya aku adalah mentari, aku akan memberikan sinarku untuk semua orang dan semua makhluk hidup. Yang pasti aku akan bermanfaat banyak bagi seluruh kehidupan.”
Kemudian Si pemuda itu melanjutkan perjalanannnya lagi. Ia pun sampai di suatu daerah yang tandus. tanahnya kering dan retak-retak, pohon-pohon pun mengering dan ada beberapa orang yang kehausan. Melihat keadaan itu, si pemuda itu tak ingin lagi menjadi seperti matahari. Kemudian si pemuda itu pun melanjutkan perjalanan panjangnya.
Setelah melalui perjalanan panjang, si pemuda itu pun tiba di padang rumput yang indah. Di sana ditumbuhi bunga-bunga yang indah. Angin bertiup sepoi-sepoi membuat suasana tempat itu menjadi lebih nyaman. Ia pun melihat burung-burung yang terbang menghempas angin. Angin pula yang menerbangkan pesawat yang melintas kala itu. Merasakan suasana seindah itu membuat pemuda itu berpikir, "Seandainya aku bisa menjadi angin, aku akan membuat suasana menjadi jauh lebih nyaman."
Tapi tak lama kemudian di tempat itu bertiup angin puting beliung yang sangat kencang. Angin itu memporak-porandakan pepohonan, rumah, dan semua yang ada. Ia pun hampir saja terhisap oleh angin puting beliung itu. Ganasnya angin yang bertiup kala itu membuat pemuda itu membenci angin.
Pemuda itu pun melanjutkan perjalanannya lagi. Ia berhenti sejenak di tepi pantai. Ia merenungi semua yang telah ia lalui dalam perjalanan panjangnya. Dulu ia sempat berpikir ingin menjadi seperti air, namun keinginannya berubah ketika banjir menerjang di sebuah desa. Ia pun sempat berpikir ingin menjadi matahari, namun keinginannya berubah ketika ia melihat lahan yang tandus dan kering karena panasnya sinar matahari. Ia pun sempat ingin menjadi seperti angin, namun ia menjadi membenci angin setelah angin kencang membuat apa yang dilaluinya porak–poranda.
Di titik itu ia merenungi masa hidupnya. Masa hidupnya yang sebagian besar dilaluinya dengan berkelana. Dan saat merenung di tepi pantai ini si pemuda itu kini sudah tak lagi muda. Kulitnya sudah mulai keriput, Giginya mulai tanggal, dan rambutnya mulai memutih. Si pemuda itu ternyata sudah tua dan telah menghabiskan waktu mudanya untuk berkelana.
Di masa tuanya ia baru bisa menyimpulkan ingin menjadi apa. Air, Matahari, dan Angin memang memiliki banyak manfaat bagi kehidupan. Namun juga bisa merusak kehidupan. Hampir segala hal di dunia ini, dan setiap orang memiliki sisi positif dan juga sisi negatif termasuk si pemuda yang tak lagi muda itu. Kini si pemuda yang tak lagi muda itu baru mengerti kalau ia tak perlu menjadi air untuk bermanfaat bagi kehidupan, tak perlu menjadi matahari yang selalu memberi tak harap kembali, dan tak perlu menjadi angin yang memberi sejuta kenyamanan. Yang perlu ia lakukan adalah menjadi dirinya sendiri. Ya, menjadi yang terbaik dari dirinya sendiri. Dan ia begitu menyesal mengapa saat melewati desa yang kebanjiran tidak menolong warga yang menjadi korban kebanjiran. Ia pun begitu menyesal mengapa saat melewati tempat yang kekeringan tak memberikan seteguk air pun kepada orang yang sedang kehausan. Dan ia begitu menyesal mengapa tak turut membangun tempat tinggal para korban yang kehilangan tempat tinggal karena rumahnya diterjang angin putting beliung kala itu.
Namun penyesalan yang paling mendalam baginya adalah mengapa ia baru mengerti apa yang ia inginkan dari dirinya ketika usianya sudah tua, dan ketika kakinya sudah tak kuat lagi tuk berjalan.
“Kita tak akan pernah dan tak akan bisa menjadi orang lain, atau menjadi siapapun. Tapi jadilah dirimu sendiri, jadilah yang terbaik dari dirimu.”
Jumat, 10 Januari 2014
Kisah Pemuda yang Ingin Menjadi
✔
Rival Ardiles
16.18.00
Kisah Pemuda yang Ingin Menjadi
Rival Ardiles
5.0
stars based on
35
reviews
Dikisahkan ada seorang pemuda yang hidupnya selalu berkelana untuk mencari makna hidup yang sesungguhnya. Ia berjalan melewati gunung, lemba...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Silakan komentar dengan baik dan bijak. Sesuai dengan artikel yang dibaca :)
EmoticonEmoticon